MEMBANGUN KOMUNIKASI (Self Building Communication)


Kata kunci : Komunikasi, komunikator, komunikan, pesan, feedback,

meaning, listening, komunikasi persuasif

 

ABSTRAK.

Kegiatan komunikasi, konon merupakan kegiatan yang tidak dapat dilepaskan dari seluruh aktivitas kehidupan manusia, ibarat bangun tidur sampai dengan tidur lagi manusia tidak pernah berhenti berkomunikasi. Makin banyak individu berkomunikasi ternyata makin banyak pula terjadi pertentangan maupun perbedaan dalam berkomunikasi, sehingga kegiatan komunikasi seringkali disikapi sebagai kegiatan yang kadang menyenangkan kadang membosankan.

Paparan membangun Komunikasi, menjelaskan bagaimana para peserta komunikasi masing-masing saling berperan aktif untuk bersama – sama menciptakan kegiatan komunikasi yang efektif dan menyenangkan. Yaitu bagaimana menjadi seorang komunikator (pembicara) yang baik melalui Etos dan sikap Komunikator dan komunikan (pendengar) yang baik melalui beberapa proses atau langkah mendengarkan yang efektif.

Selanjutnya, agar pemahaman dalam membangun komunikasi dapat berlangsung dengan baik, melalui tehnik komunikasi persuasive diharapkan tujuan komunikator (pembicara ) dapat tercapai.

 

PENDAHULUAN

Wacana  berkomunikasi saat ini bukanlah hal  yang baru lagi, banyak aspek kegiatan dimana  tumpuan keberhasilannya tergantung kepada bagaimana kegiatan komunikasi diramu dan disajikan sesuai dengan kebutuhan perusahaan maupun khalayak luas.            Wiiliam Marsteller seorang Advertising Executive menuliskan “ Communication is not just words , paint on canvas, moth symbols or the equations and models of scientists; it is the interrelation of human beings trying to share experience trying to implant ideas “ . (Teri Kwal & Michael Gamble:2002) .

Pernyataan  tersebut, menunjukkan betapa kegiatan komunikasi penting bagai aktivitas kehidupan manusia. Karena dalam kegiatan komunikasi antar  manusia terjadi pertukaran dan berbagi pengalaman . Bayangkan bila dalam satu hari saja kita tidak berkomunikasi ?. Betapa sunyinya dunia ini. Dengan demikian , kegiatan komunikasi mendominasi setiap aspek kehidupan manusia, di rumah, di kantor, di jalan, dan dalam waktu yang tak terbatas. Jadi mudahkah  berkomunikasi itu ? kalau mudah , mengapa kesalah-pahaman sering timbul saat manusia menjalankan aktivitas komunikasi ?. Bahkan dalam ranah politikpun kegiatan komunikasi dapat membuat sebuah objek masalah yang sesungguhnya dapat disederhanakan dalam penanganannya, menjadi kelihatan rumit karena kesalah-pahaman  berkomunikasi.  Berdasarkan illustrasi tersebut,  maka artikel yang berjudul “ MEMBANGUN KOMUNIKASI “, kiranya dapat memberikan wawasan kepada pembaca bagaimana membangun  komunikasi secara efektif yaitu dengan santun dan tepat sasaran.

MEMAHAMI KOMUNIKASI

Komunikasi adalah perwujudan dari bentuk pemikiran orang lain yang  saling dipertukarkan dengan tujuan untuk dipahami;  meskipun pada prakteknya  pemahaman individu terhadap informasi yang diterima tidaklah  sama , dan setiap permasalahan yang terjadi saat berkomunikasi adalah permasalahan yang timbul akibat perbedaan pemahaman dalam menyaring dan menerima informasi.

Beberapa ahli memberikan pemahaman tentang  komunikasi, diantaranya Teri Kwal & Michael Gamble  ( 2002: 6), “ Communication is the delibrate or accidental transfer of meaning “. Sedangkan Ronald B.Adler (1996:29) menjelaskan bahwa : “ Communication is a process in which people who accupy difering environments exchange messages in a specific context via one or more channels and often respond to each other’s messages through verbal and non verbal feedback ”. ( Komunikasi adalah proses dimana individu yang berbeda lingkungan melakukan pertukaran pesan dalam konteks yang spesifik melalui satu atau lebih saluran-saluran dan masing-masing seling memberikan tanggapan  berupa feedback verbal maupun non verbal).

Secara umum  definisi tersebut menjelaskan  bahwa,   kegiatan komunikasi adalah proses transfer pengertian melalui peristiwa yang disengaja ataupun tidak disengaja  secara langsung atau melalui saluran agar terjadi respon baik verbal maupun nonverbal.

Larry L.Barker, (1987:9) , mendefinisikan komunikasi berdasarkan proses komunikasi , sebagai berikut :

“ The communication process is a system that involves an interrelated, interdependent group of elements working together as a whole to achieve a desired outcome or goal” . ( Proses komunikasi adalah sistem dari  seluruh elemen-elemen dalam  kelompok yang saling berhubungan,  saling tergantung  dan bekerja sama untuk mencapai tujuan dan keinginan).

Beberapa definisi di atas menunjukkan bahwa inti  dari kegiatan komunikasi adalah proses transfer ide, gagasan maupun pikiran antar individu agar terjadi pemahaman (meaning) . Dalam prakteknya apakah setiap kegiatan komunikasi dapat menumbuhkan meaning ? jawabnya belum tentu.

Sebagai contoh , seseorang yang merokok tepat di bawah papan peringatan dilarang merokok, padahal orang tersebut tidak buta huruf dan pasti dapat membaca papan peringatan . Mengapa tetap merokok, pada dasarnya orang tersebut bisa membaca tanda larangan akan tetapi tidak meaning .  Jadi kegiatan komunikasi bukan hanya sekedar proses terjadi pertukaran kata-kata atau proses membaca makna dari si pelaku komunikasi, lebih jauh diperlukan adanya sikap untuk saling memahami segala aktivitas yang terjadi saat komunikasi berlangsung.

Contoh lain, Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani pada suatu acara di Televisi Swasta oleh presenter dikatakan bahwa beliau sangat jarang  tersenyum, sehingga memberi kesan angkuh. Ibu Sri menjawab, lho katanya kalau saya tersenyum kelihatan sinis !

Mimik muka, penampilan diri sampai dengan cara bicara dan berjalan merupakan bagian dari perilaku seseorang saat berkomunikasi dan seringkali dipahami berbeda oleh para pelaku komunikasi.  Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku komunikasi terutama komunikator (orang yang menyampaikan pesan) berperan  penting dalam membangkitkan suasana komunikasi ,  akankah menyenangkan atau membosankan. Oleh sebab itu, seorang komunikator  yang baik harus mampu membuat orang tetap mendapatkan informasi dalam suasana komunikasi yang  menyenangkan  tanpa merusak hubungan.

Untuk mengetahui sejauhmana individu mampu menciptakan atau tidak suasana komunikasi yang menyenangkan dapat dilakukan instropeksi diri sebagai berikut :  Ingat-ingatlah dan tuliskan, dalam kurun waktu satu minggu, suasana  yang menyenangkan, menyedihkan, mengesalkan maupun menyinggung perasaan kita  , kemudian  analisa terhadap diri sendiri, berapa besar peran kita  sebagai komunikator  dalam menciptakan suasana itu.  Sehingga  dapat diketahui sejauhmana potensi diri sendiri  saat  melakukan aktivitas dan  kegiatan komunikasi apakah berlangsung dengan cara yang menyenangkan, santun tanpa merusak hubungan.

Selanjutnya Teri Kwal & Michael Gambel (2002:8-9), menjelaskan  menjadi seorang komunikator yang baik, dibutuhkan ketrampilan dan pemahaman yang diperoleh melalui  :

  1. Kemampuan untuk mengenal diri sendiri sebagai komunikator
  2. Pengetahuan untuk melihat bagaimana, mengapa dan kepada siapa kegiatan komunikasi dilakukan.
  3. Kemampuan menghargai adanya keaneka – ragaman gender, budaya, media dan perubahan teknologi dapat mempengaruhi kegiatan komunikasi.
  4. Kemampuan mendengar dan kemudian diproses sebagai informasi yang siap dikirim.
  5. Peka terhadap pesan non verbal yang diterima atau dikirim dalam proses komunikasi.
  6. Kemampuan untuk mengetahui bagaimana  kata-kata (bahasa) dapat mempengaruhi prilaku  komunikator dan komunikan.
  7. Kemampuan untuk mengembangkan hubungan dalam kegiatan komunikasi personal.
  8. Kemampuan untuk mengerti bagaimana pengaruh perasaan dan emosi dalam menjalin hubungan
  9. Mengerti bahwa perilaku memberikan kontribusi terhadap keberhasilan dalam membuat keputusan, kepempinan dan membangun kelompok .
  10. Kemampuan mengatasi konflik dan perselisihan tanpa emosi.
  11. Kemampuan untuk mengerti bagaimana kepercayaan, nilai dan sikap berpengaruh untuk memformulasikan dan menerima pesan komunikasi .
  12. Keinginan untuk menggunakan seluruh pengetahuan dan persepsi di berbagai kegiatan komunikasi.

Pemaparan tersebut menekankan pentingnya persiapan yang matang dari seorang komunikator saat akan melakukan kegiatan komunikasi   . Selanjutnya, masih berkaitan dengan kemampuan apa saja yang harus dimiliki seorang komunikator , Irwin (1994:23-25), menjelaskan 10 (sepuluh) kemampuan  yang perlu dimiliki oleh komunikator , yaitu:

  1. Competence in listening and responding secara aktif yang bertujuan untuk mengerti, mengevaluasi, mempertegas pengambilan keputusan.
  2. Competence in overcoming reticence/shyness. Hal ini dapat terjadi dimana saja pada saat kegiatan komunikasi berlangsung, sehingga diperlukan peran komunikator mampu  mengatasi rasa malu atau sulit berbicara antara peserta komunikasi .
  3. Competence in being open and frank. Pengungkapan ide maupun perasaan secara terbuka dalam kegiatan komunikasi diperlukan agar proses komunikasi berjalan efektif dan berhasil .
  4. Competence in establishing and sustaining a smooth pattern of interaction.  Interaksi yang menyenangkan dapat  membantu satu dan lainnya untuk saling menyukai. Kenyamanan/suasana yang menyenangkan dibutuhkan untuk membangun kesadaran bagaimana individu berinteraksi.
  5. Competence in being assertive (not aggressive), merupakan kemampuan berkomunikasi secara positif maupun negatif – dari gagasan maupun perasaan yang nyata untuk meraih partisipasi individu dalam berinterkasi.
  6. Competence in questioning. Kemampuan bertanya penting terutama dalam konteks wawancara secara formal. Pertanyaan-pertanyaan dipergunakan secara langsung  untuk mencari informasi dan menegaskan gagasan, pendapat maupun perasaan. Bertanya merupakan salah satu  kemampuan dalam membahas interaksi yang  berkaitan dengan  individu, informasi, ide dan perasaan dalam satu hubungan.
  7. Competence in understanding people from the “stories” they tell. Seluruh interaksi dipengaruhi oleh nilai-nilai dan keyakinan dari masing-masing peserta komunikasi, yang membuat masing-masing peserta memahami maupun tidak memahami pengaruh komunikasi bagi lingkungannya. Mengidentifikasikan nilai dan keyakinan sebagai dasar untuk memudahkan interaksi atau hubungan antara individu. Dengan demikian aktivitas interaksi antara individu dapat terjadi dimana masing-masing peserta komunikasi saling memahami makna dari ide/gagasan berdasarkan nilai-nilai maupun keyakinannya.
  8. Competence in negotiating and resolving conflict. Bagi perusahaan-perusahaan besar kegiatan negosiasi penting dilakukan, diantaranya untuk memperjelas posisi pekerjaan agar tidak terjadi tumpah tindih tugas maupun tanggung jawab pekerjaan antara anggota perusahaan.
  9. Competence in interpreting nonverbal behaviour. Banyak sekali pertukaran informasi maupun pengertian antara individu dilakukan dengan komunikasi nonverbal atau bahasa tubuh. Para ahli memperkirakan bahwa dalam setiap aktivitas komunikasi, kesamaan mengintepretasikan pesan sebagian besar dipertegas oleh perilaku nonverbal antarindividu sekitar 60 – 70 % melalui gestures, gerakan badan, ekspresi muka, kontak mata, dan intonasi suara.
  10. Competence in adapting communication behaviour to suit the circumtances. Kemampuan peserta komunikasi dengan sadar melakukan interaksi secara khusus. Perbedaan sosial budaya merupakan salah satu hal yang menyebabkan individu perlu melakukan adaptasi dalam setiap aktivitas komunikasi agar diperoleh pengertian maupun pemahaman yang sama.

 

Selanjutnya,  Onong Uchjana Effendi (1986, 20 – 27) menyatakan bahwa kemampuan komunikator dipengaruhi oleh etos dan sikap komunikator. Penjelasannya sebagai berikut :

  1. Etos Komunikator, etos adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dan kognisi (cognition) yaitu proses memahami sesuatu objek dengan pikiran  , afeksi (affection)  yaitu perasaan yang ditimbulkan oleh perangsang dari luar dan konasi (conation), adalah aspek psikologis yang ditunjukkan dalam bentuk prilaku. Selanjutnya, etos dapat tumbuh dalam diri individu melalui faktor-faktor :
    1. Kesiapan (preparedness), sebelum komunikator tampil atau melakukan kegiatan komunikasi, selayaknya mempersiapkan diri sedemikian rupa dengan data-data maupun bahan-bahan yang berhubungan dengan objek maupun topik yang akan disampaikan .
    2. Kesungguhan (seriousness), saat menyampaikan pesan ditunjukkan dengan cara yang dapat menumbuhkan kepercayaan komunikan , misalnya : menjelaskan sesuatu dengan sungguh-sungguh, perhatian terfokus pada pendengar dll.
    3. Ketulusan (sincerity), seorang komunikator harus menunjukkan kesan kepada khalayak ketulusan dalam niat dan perbuatannya. Misalnya , memberikan pendapat yang tepat tidak menyinggung , menampilkan senyum tulus untuk menunjukkan keramahan dll.
    4. Kepercayaan (confidence), Seorang komunikator selayaknya menampilkan kesan meyakinkan dengan penguasaan diri yang kuat dan dapat menguasai situasi dan kondisi yang beragam.
    5. Ketenangan (poise), seorang komunikator selayaknya tenang, dalam penyampaian kata maupun penampilan. Ketenangan yang ditampilkan komunikator akan menimbulkan kesan bahwa komunikator seorang yang berpengalaman dan dapat dipercaya.
    6. Keramahan (friendship) , keramahan yang ditampilkan komunikator sangat penting untuk mengurangi perbedaan antara komunikator dengan komunikan. Dalam forum yang mengandung perdebatan, keramahan dapat menurunkan emosional dengan cara yang etis.
    7. Kesederhanaan (moderation), Kesederhanaan tidak hanya menyangkur hal-hal yang bersifat fisik (mis: cara berpakaian, penampilan dll) , tetapi juga dalam penggunaan bahasa sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaan dan gaya mengkomunikasikannya.
  2. Sikap Komunikator , sikap (attitude) adalah suatu kesiapan kegiatan (preparatory activity), kecenderungan pada diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan menuju atau menjauhi nilai-nilai sosial. Dalam hubungannya dengan kegiatan komunikasi , maka terdapat lima jenis sikap yang perlu ditampilkan komunikator, yaitu :
    1. Reseptif (receptive), adalah kesediaan untuk menerima gagasan, pendapat dan pikiran orang lain , misalnya : dari pimpinan, karyawan , teman, keluarga dll.
    2. Selektif (selective), dalam proses komunikasi tidak dipungkiri bahwa individu saling beralih peran sebagai komunikator dan komunikan. Sehingga sikap selektif diperlukan agar dalam proses penyampaian (komunikator) dan penerimaan  pesan/informasi (komunikan) dapat dipahami sama.
    3. Dijestif (digestive), adalah kemampuan komunikator dalam mencerna gagasan atau informasi dari orang lain sebagai bahan bagi pesan yang akan ia komunikasikan.
    4. Transmisif (transmissive), adalah kemampuan komunikator dalam mentransmisikan gagasan atau informasi yang telah diformulasikan secara kognitif, efektif dan konatif kepada orang lain. Dalam proses komunikasi , disebut proses mengkode dan membaca kode pesan (decode – encode) .

 

MENJADI PENDENGAR YANG BAIK (good listening)

Dalam kegiatan komunikasi , seringkali orang tertarik pada bagaimana seseorang menyampaikan pesan atau bagaimana cara orang berbicara , sehingga para presenter, dosen, instruktur, penyiar, dengan berbagai cara melakukan peningkatan diri yang berkaitan dengan cara berbicara yang baik. Galibnya seorang komunikator (pembicara) yang baik adalah seorang pendengar (listening) yang baik , maka dalam konteks membangun komunikasi yang baik adalah dengan menjadi pendengar yang baik.

Stewart L.Tubbs & Sylvia Moss (1994 : 143), menjelaskan bahwa dalam satu hari manusia melakukan aktivitas komunikasi sekitar 70 % yang terdiri dari 14 % menulis; 16 %  berbicara; 17 % membaca dan 53 % mendengar. Hal ini menunjukkan bahwa mendengar adalah aktivitas terbesar dalam berkomunikasi, seperti mendengarkan radio, menonton tv selain melihat juga mendengar, menyimak rapat di kantor, mendengarkan dosen mengajar, mendengarkan keluhan sesama teman dsb.

Menurut Joseph A.Devito (1997:93), mendengar adalah proses psikologis yang membawa rangsang pendengaran sampai ke otak disebut dengan istilah ” hearing ”, kemudian oleh otak diterima secara aktif maka terjadilah ” listening”,. Dengan kata lain mendengar (listening) adalah pemprosesan pesan  aktif , mengurai makna dan mengorganisir isi pesan atau proses aktif menerima rangsang suara.

Lebih jelasnya Larry L.Barker (1987:45) menggambarkan 6 (enam) tahapan dalam mendengar (listening), sebagai berikut :

 

 

 

 

 

From message source to listener
External Interference
 
Internal Interference
ATTENTION (selective Perception of Stimuli)
HEARING (Reception of sound waves

 

UNDERSTANDING (Intepreting symbols)

 

REMEMBERING (symbols in memory Bank)

 

EVALUATING (Rendering Judgment of Message)

 

Responding to Message Source
C0M

MUNICATION  CONTEXT

COMMNUICATION  CONTEXT

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

The Six stages of the Listening process (Barker,1987:45)

Menurut Barker, saat individu sedang dalam posisi sebagai komunikan (pendengar) maka proses yang terjadi adalah, rangsangan dari luar berupa gelombang suara diterima oleh sensor telinga (hearing) berupa rangsang verbal atau non verbal yang  dipersepsi sesuai dengan kondisi penerima (attention) selanjutnya pesan diinterpretasikan dan dievaluasi oleh individu secara  kognitif, afeksi dan behavioral (understanding) untuk selanjutnya  dievaluasi dan disimpan dalam memori (remembering) dan  terjadi proses pengaktifan hasil proses mendengar tersebut dalam bentuk respon (feedback).

Menyimak pemaparan mengenai proses mendengar , jelaskah bahwa penerima pesan (pendengar) pada dasarnya harus dibangkitkan perhatiannya untuk melakukan hearing . Oleh sebab itu , pembicara (komunikator) harus dapat memberikan efek suara yang dapat menumbuhkan perhatian bagi komunikan (pendengar), seperti suara/bunyi-bunyian yang keras, intonasi suara yang variatif sehingga memungkinkan si pendengar  selalu memberikan perhatian kepada pembicara.

 

SUDAHKAH ANDA MENJADI PENDENGAR YANG BAIK ?

Pesan tidak dimengerti, pembicaraan tidak nyambung bahkan pesan disalah artikan oleh pendengar (komunikan) adalah salah satu factor mengapa proses komunikasi tidak berjalan mulus dan yang seringkali menjadi objek penderita adalah komunikator (pembicara) ; Bagaimana dengan peran pendengar (komunikan) ? dalam beberapa hal berhasil tidaknya pesan komunikasi salah satunya tergantung pada situasi dan kondisi komunikan (pendengar) .

Berdasarkan paparan di atas, Barker (1987), Tubbs & Moss (1994) & DeVito (1997) menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan proses mendengar :

Pertama adalah kebiasaan yang dilakukan saat mendengarkan , yaitu

  • Terburu-buru memberikan respon padahal pembicaraan belum selesai (sub vocal responding). Kondisi ini terjadi bila tidak mendengarkan dengan penuh seksama atau sedang melakukan aktivitas lain, sehingga menyita perhatiannya untuk mendengarkan.
  • Pendengar terlalu sadar diri , merasa dirinya lebih baik, pintar dsb dari sipembicara, sehingga tidak meras perlu mendengarkan pembicaraan komunikator (self consciousness).
  • Pendengar terkesan dengan pembicara, sehingga tidak memperhatikan isi pembicaraan malah asyik memperhatikan pernampilan & perilaku si pembicara (Other Consciousness).
  • Berprasangka negative saat pembicaraan belum dimulai (prejudice).

Kedua , berdasarkan kebiasaan tersebut, maka  seorang pendengar sebaiknya :

  • Dengarkan dengan penuh konsentrasi, jangan sambil melamun, tataplah lawan bicara dengan santun dan simak apa yang dikatakannya.
  • Aktif ikuti isi pembicaraan,
  • Bertanyalah, secara langsung bila tidak memahami isi pembicaraan.
  • Discriminating, maksudnya mendengarkan secara kritis tapi tidak menilai
  • Active listening, mendengarkan dengan penuh perasaan suka.

 

Dari beberapa pengertian yang berkaitan dengan proses memahami komunikasi , baik dari aspek komunikator (pembicara) maupun komunikan (pendengar), pada dasarnya saat proses komunikasi berlangsung, masing-masing pelaku komunikasi mempunyai peran yang sama penting, yaitu saling menciptakan situasi & kondisi yang dapat membangun komunikasi yang efektif ; dan salah satu tehnik komunikasi yang dapat dipergunakan untuk membangun komunikasi yang efektif adalah tehnik komunikasi persuasive (persuasive of communication).

 

KOMUNIKASI PERSUASI (Persuasive communication) adalah salah satu tehnik berkomunikasi yang banyak dilakukan oleh kalangan yang bergerak dibidang jasa, presenter, trainners , pengacara, polisi, psikolog, marketing, penyiar dll.

Tehnik komunikasi  ini  menjadi populer dipergunakan karena inti dari KOMUNIKASI PERSUASI ditujukan untuk mengubah perilaku, keyakinan dan sikap orang lain dengan sukarela tanpa paksaan, dilakukan dengan halus, luwes, mengandung sifat-sifat manusiawi. KOMUNIKASI PERSUASI akan efektif apabila pesan yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan individu , untuk itulah penting bagi komunikator sebelum melakukan komunikasi mengetahui benar-benar apa yang menjadi kebutuhan lawan bicaranya. Dalam hal ini,  James F.Engel (1994 : 311) mengklasifikasikan kebutuhan individu sebagai berikut :

 

  1. Fisiologis, sebagai dasar kelangsungan hidup, termasuk rasa lapar, haus dan kebutuhan tubuh lainnya.
  2. Keamanan, berkenaan dengan kelangsungan hidup fisik dan keamanan.
  3. Afilisasi dan rasa memiliki, kebutuhan untuk diterima oleh orang lain, menjadi orang yang penting bagi mereka.
  4. Prestasi, keinginan dasar akan keberhasilan dalam memenuhi tujuan pribadi.
  5. Kekuasaan, keinginan untuk mendapatkan kendali atas nasib sendiri dan juga nasib orang lain.
  6. Ekspresi diri, kebutuhan untuk mengembangkan kebebasan dalam ekspresi diri dan dipandang penting oleh orang lain.
  7. Urutan dan pengertian, keinginan untuk mencapai aktualisasi diri melalui pengetahuan, pengertian, sistematisasi dan pembangunan sistem nilai.
  8. Pencarian variasi, pemeliharaan tingkat kegairahan fisiologis dan stimulasi yang dipilih dan kerap diekspresikan sebagai pencarian variasi.
  9. Atribusi sebab akibat, estimasi atau atribusi sebab akibat dari kejadian atau tindakan.

Selanjutnya, Abraham Maslow ,  (Robbins , 2001 : 209) memberikan 5 (lima) hal mengenai kebutuhan manusia yang dikenal dengan teori hierarki Maslow, yang meliputi   :

  1. Physiological needs (kebutuhan fisik) : meliputi rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan jasmani lainnya.
  2. Safety needs (kebutuhan rasa aman) : meliputi keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional individu.
  3. Social needs (kebutuhan sosial) ; meliputi kasih sayang, rasa memiliki, diterima baik dan persahabatan.
  4. Esteem needs (penghargaan); meliputi faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, prestasi dan faktor hormat eksternal seperti : status, pengakuan dan perhatian.
  5. Self-actualization needs (aktualisasi diri); dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi; mencakup pertumbuhan, mencapai potensial diri dan pemenuhan diri.

Teori hierarki Maslow menggambarkan bahwa  masing-masing kebutuhan menjadi dominan sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu. Latar belakang individu yang bervariasi akan memengaruhi dominasi kebutuhannya  dan  tiap individu tidaklah sama kebutuhannya. Menurut Maslow, bila individu ingin mempersuasif seseorang, maka perlu diketahui sebelumnya jati diri individu tersebut pada hierarki manakah orang tersebut yang paling menonjol kebutuhannya , selanjutnya usaha mempersuasif  tersebut difokuskan sesuai dengan keinginan individu   pada tingkat kebutuhan yang  paling menonjol.  Setelah mengetahui apa yang menjadi kebutuhan lawan bicara, maka komunikator dapat melakukan hal sebagai berikut :

  1. Merencanakan kira-kira apa yang hendak dicapai dalam kegiatan komunikasi tersebut ?
  2. Siapakah yang akan diajak berkomunikasi ?
  3. Dalam situasi dan kondisi yang bagaimanakah kegiatan dan orang yang akan berkomunikasi berlangsung ?

Hasil terhadap pengamatan tersebut kemudian dievaluasi agar dapat diketahui seberapa besar tingkat kebutuhan komunikan (pendengar) . Dengan mengetahui situasi dan kondisi tersebut ,  maka komunikator (pembicara)  dapat mempergunakan tehnik-tehnik  dalam kegiatan komunikasi persuasive , sebagai berikut :

  1. Cognitive Dissonanc , suatu cara dimana komunikator (pembicara) mengemas pesan komunikasi berdasarkan pengamatan maupun  kebiasaan yang  seringkali atau umum dilakukan, meskipun hasil tersebut bertentangan dengan hati  nurani. Contohnya  : memberi tips
  2. Tehnik Pay off Idea Ialah usaha persuasi dengan memberikan reward (hadiah) atau penghargaan . Contohnya : memberikan bonus kepada karyawan yang rajin .
  3. Empathy , dimana komunikator (pembicara)  menempatkan diri pada kondisi atau posisi lawan bicara (komunikan). Contohnya : saat seorang teman curhat karena patah hati, kita turut larut dalam kesedihannya.
  4. Packing , Komunikator (pembicara) mengemas pesan komunikasi dengan sedemikian rupa  sehingga   menarik perhatian lawan bicara. Contoh : untuk mengatakan temannya bersuara buruk dilakukana dengan mengatakan “ suaramu sangat merdu , tapi lebih merdu lagi bila tidak bersuara”.
  5. Red Herring,  adalah tehnik mengelakkan argumentasi yang salah atau tidak dikuasai oleh komunikator . Misalnya : seorang pembicara ditanya oleh peserta seminar akan tetapi ybs tidak dapat menjawab, maka pembicara mengalihkannya pada topic yang lain atau bercerita panjang lebar sehingga penanya lupa akan pertanyaannya.
  6. Tehnik Asosiasi, Yaitu menyampaikan sesuatu pesan dengan jalan menempelkan atau menggabungkan dengan objek yang sedang aktual atau menarik. Contohnya : seorang penjual alat kosmetik berusaha membuat konsumennya membeli barang kosmetik sebanyak mungkin, dengan cara mengatakan bahwa bila memakai produk tersebut wajahnya akan secantik Luna maya. Dan si calon pembeli merasa senang diasosiasikan seperti Luna Maya, maka diboronglah produk kosmetik tersebut.

(Sunarjo , 1983 : 36 – 39).

Menyitir uraian tersebut, galibnya  membangun komunikasi yang efektif  ,  dimaksudkan agar pesan-pesan maupun cara menyampaikannya mencapai sasaran.  Jadi membangun komunikasi yang  efektif adalah komunikasi yang berhasil mencapai sasaran dengan feedback (respon) yang  sesuai dengan tujuan para peserta berkomunikasi. Hal inilah yang disebut dengan kondisi komunikasi yang sukses (berhasil), melalui :

  1. Perencanaan dan penyusunan pesan yang dapat menarik perhatian lawan bicara
  2. Menggunakan bahasa maupun alat komunikasi yang mudah dipahami kedua pihak
  3. Menggunakan timing yang tepat saat berkomunikasi
  4. Merencanakan tujuan maupun sasaran yang sesuai dengan kebutuhan lawan bicara.

Beberapa paparan diatas adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para peserta komunikasi (komunikator) dan Komunikan) dalam membangun komunikasi yang efektif dan memuaskan seluruh pihak .Dengan demikian, dalam melakukan kegiatan komunikasi diperlukan komunikator (pembicara) yang efektif menyampaikan pesan dan komunikan (pendengar) yang efektif juga dalam menerima pesan.

Akhir kata, bila pembaca ingin mengetahui sejauhmana potensi diri dalam membangun komunikasi maka dapat melakukan latihan sebagai berikut :

Ingat-ingatlah dan tuliskan dalam kurun waktu 2 hari ke belakang kegiatan komunikasi yang anda lakukan dan analisa berapa banyak dari kegiatan komunikasi tersebut dapat berlangsung efektif.

SELAMAT MENCOBA.

 

REFERENSI

  • Adler, Ronald B, 1996, COMMUNICATION AT WORK, The McGraw Hill – USA.
  • Barker, Larry L, 1987, COMMUNICATION, Prentice-Hall, New Jersey.
  • DeVito, Joseph A, 1997, KOMUNIKASI ANTAR MANUSIA, alih bhs.agus Maulana, Professional Books – Jakarta.
  • Gamble, Teri Kwal & Michael, 2002, COMMUNICATION WORKS, The McGraw-Hill – USA.
  • Gronbeck, Bruce A, 1994, PRINCIPLES AND TYPES OF SPEECH COMMUNICATION, HarperCollins College Publisher – NewYork.
  • Johnsson, Hans, 1990, PROFESSIONAL COMMUNICATIONS FOR A CHANGE, Prentice Hall Int – USA.
  • Sunarjo, Djoenaesih S.Sunarjo, 1983, KOMUNIKASI PERSUASI DAN RETORIKA, Liberty – Jogyakarta.
  • Tubbs, Stewart L & Sylvia Moss,1994, HUMAN COMMUNICATION, The McGraw Hill – USA.

 

 


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *